Lights Personal Life of Syaikh Ahmad Yasin

Lights Personal Life of Syaikh Ahmad Yasin
Simbol Perjuangan Mujahid Palestina

Palestina, tanah para Nabi dan sekaligus bukti bisu perjuangan para mujahid mujahidah sejati. Tak terdeteksi pada peta, namun senantiasa terdeteksi pada setiap doa melangit umat Islam. Tanah yang mampu melahirkan manusia dengan keimanan yang tiada tanding.
Dari tanah ini pula lahir pejuang sejati, dialah Syaikh Ahmad Yasin. Bernama lengkap Syaikh Ahmad Yasin Ismail Yasin yang lahir pada tahun 1937 di Desa Al-Jura, sebelah selatan kota Gaza. Ahmad Yasin kecil biasa dipanggil dengan (kuniyah) Abu Sa’dah, dinisbatkan kepada ibundanya Sa’dah Abdullah al Hubail, untuk membedakan sebutan sebab banyaknya nama Ahmad di keluarganya.
Dekat kamp pengungsi Al-Shati’, kejadian malang menimpa Yasin. Saat beliau berusia 16 tahun (1952), rangka leher Yasin patah ketika bermain bersama kawan-kawannya. Empat puluh hari selepas lehernya digips, sisa hidup harus dia jalani dalam keadaan lumpuh.
Selain lumpuh penuh, mata bagian kanannya buta setelah beliau dipukul dalam penjara Israel oleh dinas intelijen Israel. Mata kirinya juga tidak dapat melihat banyak. Selain itu, masih ada beberapa penyakit fisik lainnya yang menimpa beliau. Namun semua ini tidak menghalanginya untuk berjuang.
Kerusakan saraf tulang belakang membuatnya menderita Paraplegia (hilangnya kemampuan menggerakkan anggota tubuh bagian bawah). Akibatnya, ia harus menggunakan kursi roda di sisa hidupnya.
Tubuhnya yang kurus, kelumpuhannya, dan penyakit yang kronis membuatnya tidak mampu berjuang dengan senjata. Karena itu, beliau berjuang dengan senjata hikmah, dengan pedang pembinaan dan penataan, dengan meriam keimanan, serta dengan bom kesabaran, keteguhan, dan ketegaran.
Kesehatan yang semakin menurun membuat beliau harus berhenti dari pendidikannya di Universitas al-Azhar Kairo dan terpaksa harus belajar secara otodidak di rumah. Buku dari berbagai bidang ilmu beliau baca, mulai dari hal-hal filosofis dan agama, politik, sosiologi, dan ekonomi. Keluasan cakrawala menjadikannya salah satu pembicara terbaik di Jalur Gaza, khutbahnya pun selalu dihadiri banyak jamaah.
Lidah Syaikh Ahmad Yasin yang tajam mampu meyihir kalangan aktivis dakwah di Gaza. Sempat masuk dan keluar penjara, tak membuatnya gentar untuk terus berjuang, ucapnya “Penjara makin menegaskan jiwaku dalam membenci kezaliman,”.
Pada tahun 1987, bersama sejumlah aktivis dakwah Ikhwanul Muslimin di Jalur Gaza, Yasin mendirikan Harakah Al-Muqawamah Al-Islamiyyah yang sering disingkat dengan HAMAS. Gerakan ini berperan penting bagi meletusnya Intifadhah I atau juga dikenal dengan istilah “Intifhadah Masjid”, yakni serangan Jihad Islam terhadap Israel pada tanggal 9 Desember 1987.
Mulai dari serbuan, penggeledahan dan ancaman diluncurkan oleh Zionis Israel untuk menghentikan dakwah Syaikh Ahmad Yasin. Seperti Zionis sudah kehilangan akal untuk mematikan semangat juang Syaikh Ahmad Yasin.

Sosoknya menjadi pemompa semangat jihad di kalangan generasi muda Palestina. Walaupun usianya sudah uzur dengan kondisi tubuhnya lumpuh dari leher hingga ujung kaki yang memaksanya menjalankan segala aktivitas menggunakan kursi roda, tak mampu menghalanginya untuk berdakwah, memimpin dan membina umat, serta berjuang bersama rakyat Palestina di Jalur Gaza.
Akhirnya, setelah puluhan tahun berjuang, Allah ﷻ wafatkan beliau sebagai syahid saat menjalankan ibadah puasa sunnah Senin-Kamis, tepatnya pada hari Senin tanggal 1 Shafar 1425 H/ 22 Maret 2004 M.

Saat itu situasi sangat berbahaya dan langit sudah penuh dengan pesawat rudal dari tentara zionis Israel. Namun, ketenangan jiwa Syaikh Ahmad Yasin mampu mengalahkan hiruk pikuk dunia luar yang sangat mencekam. Rudal pun menghatam tubuhnya yang lumpuh total selepas beliau melaksanakan sholat subuh berjamaah di Masjid Al-Mujama’ Al-Islami, Gaza.

“Kepada semuanya, aku ingin kalian bersiap-siap menghadapi segala sesuatu yang akan datang. Bersiaplah dengan agama dan ilmu pengetahuan. Bersiaplah untuk belajar dan mencari hikmah. Belajarlah bagaimana hidup dalam kegelapan yang pekat. Latihlah diri kalian agar dalam beberapa saat hidup tanpa listrik dan perangkat elektronik. Latihlah diri kalian agar dalam sementara waktu merasakan kehidupan yang keras. Biasakan diri kalian agar dapat melindungi diri dan membuat perencanaan untuk masa depan. Berpeganglah kepada agama kalian. Carilah sebab-sebabnya dan tawakallah kepada Allah.”
(Petikan salah satu pidato Syaikh Ahmad Yasin)
Berjuang bukan soal sehat atau lumpuhnya fisik, namun ini soal panggilan hati. Hati yang hidup dan subur dengan pupuk keimanan serta kesabaran, tak gentar melakukan perjuangan.
Karena yang diyakini hati hanyalah soal kemenangan Islam. Kemenangan Islam yang hanya akan terwujud lewat persatuan umat Islam itu sendiri.
Maka, kita sebagai umat Islam sudah seharusnya meneriakkan dengan lantang akan semangat pembebasan tanah suci, Palestina.
Yuk, kita bisa dengan bersama, dengan kembali menjalani hidup secara fitrah, yakni kembali kepada Al-Qur’an.

Link Instagram:
https://www.instagram.com/p/CIiivwesjh1/

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *