Lights Personal Life by Mohammad Hatta

Lights Personal Life by Mohammad Hatta
Sang Proklamator yang Bernafaskan Islam

Mengulik kegemilangan Islam dari tanah Minang sepertinya tak akan ada habisnya. Islam dan ilmu pengetahuan hidup berdampingan layaknya kaum Muhajirin dan kaum Anshar yang saling melengkapi keimanan dan keislaman satu sama lain.

Dari tanah ini pula lahir bapak koperasi Indonesia, wakil presiden pertama Republik Indonesia, dialaha Bung Hatta. Bernama lengkap Mohammad Hatta dan memiliki nama lahir yaitu Mohammad Athar. Lahir di Bukittinggi, 12 Agustus 1902.

Moh. Hatta lahir dari pasangan Siti Saleha dan H. Mohammad Djamil. Sang ibu merupakan keturunan pedagang asal Bukittinggi.

Sedangkan sang ayah merupakan seorang keturunan ulama di Batuhampar Payakumbuh, yakni Syekh Abdurrachman atau Syekh Batu Hampar. Beliau terlahir dari keluarga yang taat agaman pun mempelajari ilmu agama bersama Abdullah Ahmad dan beberapa ulama lainnya.

Nilai-nilai keislaman yang dipelajarinya dari keluarga dan guru-gurunya sudah mendarah daging.
Bahkan, saking islaminya, Bung Hatta pernah berencana melanjutkan studinya ke Mekkah dan Kairo, meski rencana itu tidak terlaksana dan akhirnya beliau mengembara ke Jakarta dan Rotterdam.

Tak ingin mengambil hak rakyat demi kepentingan pribadi layaknya Umar bin Abdul Aziz, beliau menginginkan agar keberangkatannya menunaikan ibadah haji bukan dalam kedudukannya sebagai wakil presiden, melainkan sebagai rakyat biasa.

Beliau berangkat haji menggunakan uang honorarium buku berjudul “Verspeide Geschriften” yang berisikan kumpulan karangan Bung Hatta dalam bahasa Belanda.

Suatu hari, Bung Hatta pernah bercerita tentang Perang Padri (1820-1840 an). Beliau menyayangkan perang saudara di daerahnya itu. Apalagi konfrontasi ini diperparah dengan pihak kolonial yang menunggangi kaum adat. Hal ini mengindikasikan bahwa agama merupakan alat pemecah belah umat yang sangat efektif.

“Mereka lupa bahwa hukum yang setinggi-tingginya dalam Islam ialah damai,” kata Bung Hatta mengkritik perang tersebut.

“Damai membawa kesejahteraan kepada segala golongan dan memperbesar rasa bakti kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Di atas dasar damai itu Nabi Muhammad ﷺ membiarkan berlaku hukum kebiasaan di Tanah Arab yang menjamin keselamatan umum. Tetapi menurut kebiasaan, pengikut-pengikut baru dalam Islam yang belum memahami ajaran Islam seluruhnya untuk dunia dan akhirat lebih fanatik dibandingkan dengan Rasul ﷺ dan pengikut-pengikut yang pertama,” lanjutnya.

Argumentasi Bung Hatta bisa menjadi tamparan keras bagi umat Islam Indonesia, jika melihat kondisi beberapa tahun belakangan ini.

Dan jika boleh berandai Bung Hatta masih hidup, mungkin beliau akan memarahi kita dengan berkata, “”Apa kalian tidak pernah belajar dari sejarah?”

Layaknya kisah para kaum pendahulu, maka Bung Hatta pun ingin mengajak kita kembali pada Al-Qur’an. Menjadikan segala tindak tanduk kita sesuai dengan apa yang Allah ﷻ suka, bukan semata-mata menuruti hawa nafsu yang membabi buta.

Layaknya Rasulullah ﷺ, Bung Hatta pun ingin mengingatkan pada kita bahwa perpecahan memang akan terjadi. Dan ketika itu terjadi, segeralah kembali pada jalan yang benar.

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang  yang bersaudara.”
(QS Ali Imran ayat 103)

Kata demi kata hingga kalimat yang terbungkus rapi dari pesan Bung Hatta, seakan mengajak kita untuk kembali pada Al-Qur’an. Membuka kembali kalam-Nya dan menemukan pelajaran yang ada di dalamnya.

Link Instagram:
https://www.instagram.com/p/CI0hIdjMs05/

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *